Mitos Ritual Seks Salah Kaprah Gunung Kemukus

Mitos Ritual Seks Salah Kaprah Gunung Kemukus

detiknusantaraNET – Mitos mengenai ritual seks di Gunung Kemukus disebut menyimpang dari cerita aslinya. Mitos yang mengaitkan Pangeran Samodro dan ibu tirinya Dewi Ontrowulan bukanlah seperti yang beredar.

Hal ini sebagaimana dijelaskan Ketua Solo Society Dani Saptoni. Ia pernah meneliti folklore terkait sosok Pangeran Samodro menjelaskan terkait mitos ritual seks di Gunung Kemukus itu.

Dani menjelaskan Pangeran Samodro hidup pada masa keruntuhan Kerajaan Majapahit atau masih satu era dengan penyebaran agama Islam di Tanah Jawa utusan dari Kerajaan Demak pada 1400 hingga 1500 Masehi.

“Pangeran Samodro merupakan salah satu putra dari Prabu Brawijaya. Karena ada konflik dengan ayahandanya, Pangeran Samodro kemudian mengembara keluar dari Majapahit hingga sampai di Gunung Kemukus,” katanya, melansir Solopos.

Ia melanjutkan, di sana, Pangeran Samodro menjadi seorang mualaf dan turut menyebarkan agama Islam. Dia punya banyak murid dan menghidupi penduduk sekitar.

Suatu ketika, para santri dari Pangeran Samodro itu tengah memasak di dapur. Pada asat itu, warga sekitar melihat kepulan asap dari dapur dilihat dari kejauhan seperti kukusan. Hal itulah yang mengilhami lahirnya istilah Gunung Kemukus.

Setelah kepergian Pangeran Samodro, Dewi Ontrowulan yang mengasuhnya sejak kecil pun menyusul keluar dari Majapahit. Sebagai seorang ibu, ia mengkhawatirkan kondisi putra angkatnya itu. Dewi Ontrowulan pun akhirnya tiba di Gunung Kemukus.

“Saat tiba di Gunung Kemukus, Dewi Ontrowulan mendapati Pangeran Samodro sudah meninggal. Lalu, Dewi Ontrowulan dikubur satu liang dengan Pangeran Samodro. Namun, oleh oknum yang tidak bertangung jawab, kisah Dewi Ontowulan dan Pangeran Samodro itu dikaitkan dengan ritual pesugihan,” tuturnya.

“Ada cerita menyimpang yang menyebutkan bila Dewi Ontrowulan terlibat cinta terlarang dengan Pangeran Samodro. Kisah menyimpang itu kemudian yang melatarbelakangi adanya ritual berhubungan badan dengan orang lain supaya keinginannya terkabul. Padahal itu adalah bentuk penyimpangan cerita,” tutur Dani yang juga lulusan Sastra Daerah, Universitas Sebelas Maret (UNS) ini. (*/tim)

Baca Juga :  Lenyapnya Dusun Legetang di Banjarnegara

 

error: