Sosbud  

Makam Sunan Geseng Temanggung: Bertemunya Jejak Islam dan Hindu

Sunan Geseng
Makam Sunan Geseng di Walitelon, Temanggung (Foto : Tris)

TEMANGGUNGSunan Geseng, petilasannya tersebar di Kendeng, Bagelen hingga Pasuruan. Beliau memiliki makam di berbagai tempat di penjuru Jawa, tercatat yakni di Dusun Jolosutro Piyungan, Bantul, DIY, Desa Tirto Grabag Magelang, Desa Gesing Semanding, Tuban, Bedegolan Kutowinangun Kebumen, Desa Seren, Sulang Rembang, serta di sebelah timur alun-alun kota Kediri, termasuk juga di Walitelon, Temanggung

Makam Sunan Geseng Temanggung: Bertemunya Jejak Islam dan Hindu

Dikisahkan, Sunan Geseng atau sering pula disebutĀ Eyang Cakrajaya adalah Waliyullah penyebar agama Islam yang menjadi murid langsung dari Sunan Kalijaga. Ia memiliki nama Cakrajaya sebuah nama Jawa. Sekaligus ia dikisahkan memiliki tautan kekerabatan dengan tanah Arab yakni keturunan Imam Jafar ash-Shadiq, dengan nasab: Sunan Geseng bin Husain bin al-Wahdi bin Hasan bin Askar bin Muhammad bin Husein bin Askib bin Mohammad Wahid bin Hasan bin Asir bin ‘Al bin Ahmad bin Mosrir bin Jazar bin Musa bin Hajr bin Ja’far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali k.w.

Terkait dua sejarah nama tersebut, riset Laksono di Bagelen pada 80-an, mengatakan bahwa masyarakat Jawa menyusun jalur kekerabatannya dengan pengiwa dan penengen. Pengiwa merujuk leluhur kejawaannya pada jejak-jejak pra Islam, atau dewa-dewa era Hindu Buddha, sementara penengen merujuk pada struktur kekerabatan yang leluhurnya sampai ke Nabi Muhammad SAW atau Imam-imam Islam lainnya dari tanah Arab, Gujarat hingga Asia Tengah.

Makam Sunan Geseng Temanggung: Bertemunya Jejak Islam dan Hindu
Makam Sunan Geseng di Walitelon Temanggung

Nama Sunan Geseng sendiri hadir ketika ia mendapat amanah untuk menjaga pohon bambu yang ditancapkan oleh Sunan Kalijaga pada sebuah bukit. Ia menjaga dengan laku tapa selama bertahun-tahun hingga lokasinya menjadi hutan bambu. Sunan Kalijaga yang teringat kemudian mencarinya dengan cara membakar hutan bambu tersebut, ia menemukan muridnya Cakrajaya kulitnya menghitam, Gosong. Sejak saat itu ia mendapat nama baru: Sunan Geseng.

Baca Juga :  PC GP Ansor Dan PC Fatayat NU Nganjuk Gelar Pasar Rakyat Di Gor Begadung

Makam Sunan Geseng di Walitelon Temanggung sendiri terletak di tanah yang tinggi, bukit kecil yang kini berada di pinggir jalan besar dan sebelah sekolah dasar. Uniknya lagi makam tersebut tersusun dari batu-batu Candi. Terdapat Yoni di dekat makam, sementara ceratnya yang terputus berada di bawah. Bisa jadi juga makam tersebut dulunya adalah sebuah Candi Hindu, yang pada masa berikutnya tetap mendapatkan respek oleh masyarakat selanjutnya menjadi makam Aulia, tetap menjadi tempat yang ditinggikan, berada pada derajat yang tinggi.

Tautan masa lalu dan keyakinan hari ini, tentu menarik dengan hadirnya kebenaran yang berada pada intersubyektifitas, seperti mengomong-omongkan dimana letak sebenarnya dari makam Sunan Geseng, atau bagaimana proses perubahan jejak Klasik menjadi Islam.

Sejarah memang selalu soal tafsir dan versi, namun yang justru menarik adalah bagaimana orang-orang di sekitarnya tetap berusaha merawat kenangan dan mencoba mengalami sejarah itu pada masa kini. Makam Sunan Geseng telah mempertemukan jejak budaya material dari Hindu dan Islam, dan menjadi Indonesia adalah belajar tentang pertemuan-pertemuan tersebut. (*/Tris)

error: